SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , , » Fadel: Pelaku Pelanggaran HAM Tak Tersentuh Hukum

Fadel: Pelaku Pelanggaran HAM Tak Tersentuh Hukum

Written By Voice Of Baptist Papua on December 8, 2012 | 12:35 AM

Photo Ilustrasi
JAYAPURA - Masih banyak kasus kasus pelanggaran HAM di Papua yang dilakukan aparat negara hingga kini tidak tersentuh hukum, mengakibatkan tak terputusnya impunitas , bahkan impunitas terus terjadi, karena para pelanggar HAM sama sekali tak tersentuh hukum. 

Hal itu diungkapkan Fadel Al Hamid, Sekertaris Dewan Adat Papua, Kamis( 6/12).
Menurut Fadel, tak terselesaikannya kasus kasus pelanggaran HAM di Papua seperti Kasus Biak Berdarah, Kasus Wasior, Abepura 2000, Wamena berdarah, penembakan di Paniai menujukkan impunitas terus terjadi. “ Saya pikir meningkatnya kasus pelanggaran HAM di Papua membuat kita semakin disadarkan bahwa, memang Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya atau kurang ataupun tidak semasekali menujukkan itikat baik menyelsaikan masalah HAM di Papua,” ujarnya. 

Jika berbicara kasus HAM dalam konteks Papua seiring bergantinya tahun demi tahun dilihat bukan semakin membaik atau ada penurunan kasus, justru semakin meningkat. Menurut Fadel, Impunitas tak akan terjadi di negeri ini bila hukum ditegakkan.

Ia melihat, setiap pihak yang melakukan pelanggaran, diperiksa, dilakukan penyelidikan, penyidikan kemudian dibawah ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka, tetapi juga dilihat dalam seluruh proses pengadilan sebenarnya harus benar benar menjunjung rasa keadilan masyarakat. Belajar dari kasus Abepura Tahun 2000 yang kemudian disidangkan di Makassar justru bukan memberikan rasa keadilan bagi korban namun semakin melukai hati orang Papua karena dari sidang yang dilakukan itu tak ada satupun pelaku dikenakan sanksi, melainkan pelaku bebas sementara realitas menunjukkan ada korban, ada orang yang dipukul dan kemudian tewas.

Ia melihat persidangan kasus Abepura berdarah di Makassar sangat jelas menunjukkan negara sedang memperlihatkan kesombongannya kepada rakyat di Papua, termasuk juga menujukkan kebebalannya terhadap rakyat sipil.

Ia justru melihat keadaan berbalik, rakyat yang tak bersalah yang justru diadili secara sewenang wenang, mereka orang orang yang kemudian menyampaikan aspirasinya secara damai dan bermartabat. Kita lihat kasus Filep Karma yang dipenjarakan sampai hari ini, kemudian mereka yang terlibat dalam kongres III. Mereka itu menyampaikan aspirasi mereka tapi kemudian merekah yang diadili, padahal mereka tak membunuh siapa siapa ataupun melukai siapa siapa, atau sedang mempersiapkan sesuatu yang kemudian mengancam keselamatan negara ini, sambungnya.

“ Mereka itu hanya menyamapikan aspirasi dan pandangannya secara damai dan pandangan itu memenuhi hakikat Hak Asasi Manusia. Namun mereka yang kemudian disolimi”. Menurut Fadel kasusnya sama seperti kasus penembakan dan kasus kasus pelanggaran HAM lainnya, sampai saat inipun kita tak melihat adanya suatu kemajuan atau upaya Pemerintah pusat membangun HAM di Papua dengan membawa pelakunya. Contoh lain yang menujukkan tak terselesaikannya kasus HAM diranah Politik adalah kasus Mako Tabuni. Penembakan Mako Tabuni itu sekan akan dengan pernyataan yang diklaim sebagai suatu pembuktian hingga Mako ditembak. “Ini sesuatu yang aneh,”katanya.

Padahal nyawa seorang manusia itu harusnya dipertanggung jawabkan, sekalipun ia seorang pejabat negara atau teroris sekalipun, akan diproses hukum sesuai hukum yang berlaku apakah dia dihukum mati atau ada konsekuensi hukum lainnya. Ia melihat kondisi berbeda dengan Mako Tabuni yang langsung dihilangkan. “ Realitas lain yang saya lihat ada semacam kejenuhan dari para pekerja HAM di Papua yang kehilangan cara bagaimana menuntut Keadilan di Negeri ini,”katanya. 

Berbagai kasus yang ditangani para pekerja HAM yang diadvokasi, diajukan dengan segala macam cara namun pada akhirnya menemui sebuah fakta bahwa, mereka tak mendapatkan Keadilan di negeri ini. Tapi para pekerja HAM ini dengan sisa tenaga yang dimiliki masih tetap tegar, konsisten dalam meriakan ketidakadilan di Tanah Papua.

Dalam seluruh kasus HAM Papua itu, ia melihat dari sisi posisi Presiden SBY termasuk peran UP4B yang dinilainya masih banyak ditemui problematika dan pro kontra di kalangan masyarakat yang menilai kebijakan UP4B tak akan menolong dan memperbaiki situasi HAM di Papua selama kasus kasus HAM masa lalu tak terselesaikan, justru membuka lapangan baru yang kemudian membuka jendela peluang terhamburnya uang.
“ Saya mau soroti suatu aspek atau langkah yang seharusnya sudah bisa dilakukan UP4B terhadap pelanggaran HAM. 
Termasuk kasus sama dipertanyakan kembali kepada Presiden SBY soal komitmennya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM melalui UP4B selanjutnya diproses lewat Kejaksaan hingga KOMNAS HAM terkait dengan Wasior yang sementara ini masih dalam proses dan mengantung. Ia bertanya mengapa dari kasus kasus lampau ini belum ada suatu langkah yang diambil segera dari Negara ini, kemudian Oke Pemerintah mulai menujukan keseriusannya untuk selesaikan khususnya menyelesaikan kasus Wasior yang sudah mendapatkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti”

Seharusnya Pemerintah SBY sudah berpikir untuk mulai melakukan pembangunan penegakan HAM di Papua dalam sebuah kebijakan pembangunan HAM di Papua yang jelas apalgi diakhir masa jabatannya. Presiden diminta mengambil suatu kebijakan yang berani, kalau kemudian presiden masih berpikir soal popularitas, sengsi dan harga dirinya untuk tak diserang lawan lawan politiknya, saya pikir dalam konteks ini, Presiden tak perlu kuatir karena bagaimana mungkin ia berusaha untuk menegakan HAM, mengobati luka hati orang Papua, bukan menjadi bumerang politk atau hal ynag mengada ada. 

Fadel berpilir tak ada alasan mendasar bagi Presdien SBY untuk tak melakukan sesuatu, sebab ia harus bisa melakukan sesuatu apalgi diakhir masa jabtannya yang kedua karena untuk periode berikut ia tak akan maju lagi, pikir Fadel.

Sebagai Kepala negara, Presiden bertanggung jawab penuh terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kita tak bisa andalkan keberadaan Perwakilan KOMNAS HAM Papua dengan keterbatasannya saat ini. Komnas HAM Papua juga dilihat menampakan kelelahan dengan kondisi yang memprihatinkan ini, karena KOMNAS HAM Papua sendiri tak dapat bebuat banyak hidup enggan matipun tak mau, ia tak mendapatkan perhatian dari Pemerintah, meski dengan dana trilyunan dalam APBD, ia hanya mendapatkan nol koma sekian persen saja.

Menurut Fadel kondisi demikian mengakibatkan kemudian kita tak punya harapan dan berharap sesuatu pada KOMNAS HAM, Namun toh kemudian ada amanat dalam Undang undang Otsus sebuah harapan s kalau kita masih mau berharap agar Presiden masu dikenang oleh orang orang Papua diakhir masa jabatannya ini, setidaknya memberikan harapan pada rakyat Papua bahwa didalam negara ini masih ada keadilan untuk orang Papua, bahwa di negara ini Hak Asasi Manusia masih mendapat tempat untuk dihargai. 

“Saya pikir itu menjadi harapan kita tetapi sebenarnya mengandung desakan dan tantangan kita kepada presiden untuk bertindak bagi penegakan Hak Asasi Manusia karena orang Papua ini adalah rakyat dia maka dia mestinya melakukan sesuatu untuk sedikit mengobati hati orang Papua , apa yang dibuatnya mengandung harapan dan makna mendalam bagi momentum Hari HAM 10 Desember 2012 ini”, sambunya.
Warga Papua Diajak Peringati HAM

Sementara itu, Ketua Forum Anti Pelanggaran Ham di Papua, Septi Megdoga, mengajak seluruh komponen masyarakat Papua untuk turut terlibat dalam kegiatan peringatan Hari Pelanggara Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia yang jatuh pada 10 Desember 2012.

Dijelaskannya, salah satu bentuk peringatannya adalah melaksanakan kegiatan demonstrasi damai, yang berisikan seruan-seruan kepada pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

Sebut saja sejumlah pelanggaran HAM seperti permasalahan politik Papua yang disunat oleh pemerintah Indonesia hingga kini, dan kasus pelanggaran HAM lainnya seperti pembunuhan dan lain sebagainya, sampai pada masuk dibungkamnya ruang demokrasi di Tanah Papua.

Menurutnya, hingga kini masalah Papua silih berganti, dan nasib rakyat Papua terus terkatung-katung tanpa penyelesaian yang jelas, meskipun berbagai kebijakan pembangunan maupun regulasi aturan terus diperbaharui (Salah satunya lahirnya UU No 21 Tahun 2001 tentang otsus), tapi kenyataannya belum mampu menyentuh apa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga sampai saat ini masyarakat masih hidup miskin, terbelakang di atas kekayaannya sendiri.

“Mari kita semua bergabung untuk peringati dan suarakan HAM yang selama ini belum dituntaskan pada hari peringtatan HAM se-dunia pada 10 Desember 2012 mendatang,” tegasnya dalam press releasenya kepada Harian Bintang Papua, Kamis, (6/12),

Pelanggaran HAM yang tanpa pertanggungjawabkan aparat keamanan dan pemerintah khususnya Jakarta. Pertanyaan besar rakyat Papua tentang status politik Papua yang terus menerus dijawab dengan tindak kekerasan oleh aparat keamanan.

Lanjutnya, belum tuntasnya penyelesaian pelanggaran HAM dan timbulnya kasus pelanggara HAM yang baru, tidak lain juga diakibatkan oleh melemahnya otoritas-otoritas sipil. Lihat saja lembaga eksekutif dan legislatif di Papua yang selama ini diam membisu ketika dihadapkan dengan realitas masyarakat Papua yang semakin memburuk dan memprihatikan derajat dan martabatnya di segala aspek kehidupan.

“Sampai saat ini banyak cerita instrument politik bagi semua masyarakat Papua yang mengingat beberapa para sang pejuang penegakan HAM ditembak mati hingga menjadi cerita pahiy bagi masing-masing kelyarga korban pelanggaran HAM,” tandasnya.(ven/nls/don)



Share this article :

1 comment:

  1. Sebenarnya pelanggaran HAM yang terjadi sesungguhnya dapat kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari di tanah papua dimana kebanyakan kaum minoritas(pendatang) banyak menjadi korban kekerasan masyarakat asli papua. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba pukulan sudah mendarat di kepala. Melakukan kesalahan sepele yang tidak disengaja saja bisa membuat masyarakat pendatang babak belur bahkan harus dirawat inap di rumah sakit. Sementara jika terjadi kebalikannya dimana masyarakat asli yang melakukan kesalahan mereka hanya menyeringai seakan-akan itu merupakan lelucon. Itu yang terjadi dengan masyarakat sipil minoritas apalagi dengan aparat yang notabene selalu bersinggungan dengan masayarakat asli dalam rangka pengamanan. Pastilah akan terjadi tindakan-tindakan yang lebih 'dahsyat' lagi. Tindak kekerasan sipil seperti yang telah dijelaskan diatas hanya salah satu contoh kejadian nyata kekerasan yang terjadi. Masih banyak macam tindak kekerasan/teror/ancaman yang seharusnya tidak perlu terjadi di kalangan masyarakat sipil di tanah papua.

    ReplyDelete

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger