SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , , , » Socrates : 1 Desember Aparat Tak Perlu Berlebihan

Socrates : 1 Desember Aparat Tak Perlu Berlebihan

Written By Voice Of Baptist Papua on December 1, 2012 | 8:45 PM

JAYAPURA – Untuk menyikapi momen tanggal 1 Desember yang oleh orang Papua setiap tahun diperingati sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, menurut Socratez S Yoman, aparat hendaknya tidak menyikapi secara berlebihan.  “ Aparat keamanan tidak usah berlebih-lebihan. Kalau berlebih-lebihan, berarti ada apa ini di Papua,” ungkapnya saat menghubungi Bintang Papua, Selasa (27/11).

Saat disinggung tentang polemik yang terjadi, baik itu antara orang asli Papua maupun pihak lain, menurut Socratez polemik tersebut tidak perlu terjadi.  “Kenapa musti dijadikan polemik. Kalau rakyat Papua mau memperingati dan merayakan 1 Desember ya silahkan to. Itu tidak masalah sebenarnya. Asal tidak mengganggu ketenangan orang lain,” ujarnya.

Kalau hal itu dilakukan dengan berdoa  atau ibadah, menurutnya tidak perlu dipermasalahkan. Kecuali kalau melakukannya dengan meneteror orang ataupun mengintimidasi orang.  “Tidak mungkin orang Papua mau menghancurkan negerinya sendiri. Masak orang Papua mau mengacaukan daerahnya sendiri, itu tidak mungkin,” tandasnya. Dikatakan,  sebagai seorang pendeta ia telah belajar banyak tentang sejarah, terutama sejarah Tanah Papua, untuk mencari kebenaran.  “Saya belajar dari buku-buku Prof Drooglever tentang Pepera, ini kan menyatakan bahwa 1 Desember itu sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, di situ lagu kebangsaan diciptakan, disitu ada bendera, dan lain-lain,” ungkapnya.

Hal itu yang menurutnya kemudian dibubarkan oleh Negara, sebagaimana dikatakan Ir Soekarno, ‘bubarkan Negara boneka buatan Belanda’. “ Ini kan berarti memang Papua sebagai suatu Negara. Saya kira ini kita harus terbuka dan jujur. Tidak boleh menipu,” tandasnya lagi.

Pemerintah dimintanya jangan menipu orang Papua dan harus jujur mengakui hal itu. “Saya dalam hal ini bicara sebagai pemimpin umat. Saya bicara tentang kebenaran. Saya bukan orang politisi, tapi saya seorang gembala,” ungkapnya.  

Tentang harapannya sebagai solusi atas permasalah tersebut, Socrates mengharapkan agar semua pihak dapat mempelajari sejarah dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jurjurnya.

“Saya harap pemerintah dan rakyat papua semuanya, mari pelajari sejarah Papua ini baik-baik, secara obyektif, secara jujur dan terbuka. Kita tidak usah bikin seperti hantu yang menakutkan begitu,” harapnya.

Sehingga, menurutnya sejarah tersebut tidak menindas kita, tidak seperti hantu yang menakutkan.
“Jangan sejarah itu dijadikan sebagai obyek yang orang kemudian mengambil keuntungan di situ. Tidak boleh,” ujarnya.

Ia pun bertanya-tanya, mengapa hingga 50 tahun berlalu Pemerintah tidak mengakui fakta sejarah yang dikemukannya tersebut.

“Ada kebenaran-kebenaran yang digelapkan, yang dibelokkan, dengan menggunakan kekerasan-kekerasan. Orang papua bicara kebenaran lalu dibilang ‘oh kamu sparatis, oh kamu makar’ ini satu persoalan,” ungkapnya.

Jadi, menurutnya musti duduk bicara baik-baik, melalui satu jalan dialog antara Indonesia dan Papua tanpa syarat yang dimediasi pihak yang netral, untuk mencari solusi-solusi yang benar dan bermartabat.

“Tidak bisa mengkalim bahwa Papua bagian dari NKRI, dan juga tidak bisa Papua mengklaim sebagai satu Negara sendiri. Ini kan musti ada pembedahan harus dibedah baik-baik, supaya ini bisa jernih,” ujarnya.

Dikatakan, ia tidak setuju bila dialog tersebut dilakukan dengan kunjungan-kunjungan kemudian bertemu dengan masyarakat, ataupun dialog konstruktif sebagaimana yang beberapa waktu lalu sempat dimunculkan. “Tidak usah polemic, duduk bicara baik-baik. Karena kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Saya pikir itu satu langkah yang bermartabat, bersimpati dan manusiawi. Bukan kunjungan kemudian bicara-bicara, atau dialog konstruktif, bukan itu, tapi dialog yang benar-benar dialog,” terangnya.(aj/don/l03)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger